Dalam UUD 1945 pasal 33, dijelaskan panduan dalam menjalankan
roda perekonomian Indonesia. Pada pasal 1, dijelaskan perkonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas dasar kekeluargaan. Pasal ini menjelaskan
bahwa segala bentuk kegiatan perekomian, pada dasarnya, harus dibentuk
berdasarkan asas kekeluargaan. Tidak dibenarkan adanya bentuk penipuan,
penindasan, dan bentuk kejahatan lainnya. Pasal ini juga seringkali dijadikan
dasar untuk kegiatan koperasi. Koperasi merupakan salah satu bentuk
perekonomian yang bertujuan untuk mensejahterakan setiap anggotanya. Pada pasal
2, dijelaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan hajat
hidup orang banyak dikuasai sepenuhnya oleh negara. Hal ini sekali lagi
menegaskan kepada kita bahwa negara berkewajiban membentuk suatu sistem
perkonomian yang berkeadilan dan mensejahterakan rakyat. Indonesia dikenal
memiliki berbagai kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, darat, laut, dan
udara. Pada pasal 3, dijelaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Pada pasal selanjutnya juga dijelaskan prinsip-prinsip dasar
perekonomian yang berkeadilan. Pada pasal 4, dijelaskan bahwa perekonomian
nasional diselenggarakan atas dasar demokrasi ekonomi, dengan prinsip-prinsip
kebersamaan, efisensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Dari pasal ini, jelas terlihat bahwa bangsa Indonesia menginginkan kegiatan
perekonomian yang berkelanjutan tanpa harus merusak tatanan alam yang sudah
terbentuk seperti yang sering didengungkan akhir-akhir ini.
Kebijakan kontroversial pertama presiden
Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga
BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta
bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan
kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak
sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah
sosial. Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah
mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim
investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit
pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang
selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor
asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika
semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada
turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga
menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri
masih kurang kondusif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar