Rabu, 16 Mei 2012

Hak Konsumen Yang Dilanggar Pelaku Bisnis


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Banyak hak konsumen yang di langgar oleh para pelaku bisnis. Sejak diundangkan, Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor  8 Tahun 1999 belum memberikan perlindungan maksimal kepada konsumen. Keberadaan regulasi itu sering diabaikan banyak pihak. Untuk itu, dengan HKN, diharapkan bahwa konsumen dapat cerdas serta mengerti hak dan kewajibannya. Sikap itu akan membuat  pelaku meningkatkan  kualitas produk bila tidak ingin ditinggalkan konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
§  Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
§  Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
§  Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
§  Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
§  Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
§  Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
§  Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen

BAB III
PENUTUP
Sebagai konsumen harus dilindungi agar para konsumen merasa nyaman.dan hokum bagi yang melanggar peraturan tersebut.
REFERENSI
readmore »»  

Cara Petani Berbisnis


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Mengenalkan bisnis untuk petani bukan sekedar bagaimana menjual, karena mereka memang bukan pedagang. Juga bukan sekedar keterampilan menanam saja, karena mereka bukan Cuma pekerja. Petani adalah produsen pangan. Mereka adalah manajer lahan sawahnya. Oleh karena itu yang diperlukan adalah ilmu pengetahuan tentang bagaimana melakukan observasi, menganalisa, mengambil kesimpulan, mengambil keputusan dan bagaimana mengelola terhadap hal-hal yang terkait dengan factor produksi, proses budidaya dan pasca panennya. Petani yang menguasai ilmu pengetahuan akan cenderung lebih kreatif, inovatif, dan mampu mengembangkan hasil temuannya daripada hanya sekedar memiliki ketrampilan.

BAB II
PEMBAHASAN

Penerapan sistem pertanian terpadu (Sistandu) diyakini efektif untuk mengubah nasib petani di pedesaan. Alasannya, produktivitas pertanian, baik kuantitas mupun kualitas, dapat meningkat secara signifikan. 
Sistandu atau integrated farming system (IFS) adalah penyatuan beberapa sub-sektor pertanian kedalam satu program yang saling-mendukung, misalnya peternakan, perikanan dan pertanian hortikultura. 


Pakar Sistandu, H Elyas, yang menyaksikan perkembangan Sistandu berbasis peternakan di TobaPulp, mengatakan, tanah adalah modal utama petani menghasilkan produksi. Tanah mesti dibuat subur agar tanaman bisa tumbuh dengan baik supaya menghasilkan secara maksimal. 

Tanah gersang tidak akan menghasilkan apa-apa. Cara paling tepat untuk menyuburkan tanah ialah memperkayanya dengan pupuk organik yang dibuat dari kotoran ternak ditambah beberapa kandungan lokal seperti jerami, dedak padi, rerumputan serta ditambah sedikit bahan-bahan kimia. 

Untuk menghasilkan kotoran ternak itulah mutlak diperlukan pemeliharaan ternak semisal sapi, babi, atau kambing. Pupuk organik yang dihasilkannya akan mendatangkan manfaat bila digunakan untuk pertanian hortikultura, misalnya sayur-mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan dan padi-padian.  Kesuburan tanah, bagaimana pun  jauh lebih baik dengan memanfaatkan pupuk organik (kompos) dibanding kimia yang harganya mahal. Pemakaian jenis dan dosis pupuk kimia yang tidak tepat justru merusak kesuburan tanah.

Selanjutnya  sisa-sisa hasil pertanian hortikultura banyak pula yang cocok dijadikan pakan ternak dan juga ikan, terutama ikan kolam seperti  mas, mujair, bawal, lele, dan patin.Di Riau, para peserta Sistandu sudah menghasilkan protein hewani, beragam hasil bumi, serta aneka jenis ikan dalam jumlah besar. Beberapa jenis hasil bumi salah satunya pisang bahkan sudah memasuki pasar ekspor (Singapura).

Bahkan lanjut dia, para peserta Sistandu melalui serikat menjadi pedagang besar bagi produk bersama sehingga dapat menentukan sendiri harga jual produknya. sungguh-sungguh, disiplin, tidak mengeluh, tidak mudah menyerah, tingkatkan terus ketrampilan (skill), cari terobosan, bersikap optimis, bersatu antarpeserta, dukungan bapak-angkat, serta mesti ada dukungan pemerintah setempat.

BAB III
PENUTUP

Penerapan sistem pertanian terpadu (Sistandu) diyakini efektif untuk mengubah nasib petani di pedesaan. Alasannya, produktivitas pertanian, baik kuantitas mupun kualitas, dapat meningkat secara signifikan. 
Sistandu atau integrated farming system (IFS) adalah penyatuan beberapa sub-sektor pertanian kedalam satu program yang saling-mendukung, misalnya peternakan, perikanan dan pertanian hortikultura. 


REFERENSI
readmore »»  

Keberadaan Koperasi dan KUD di Desa


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembentukan Induk KUD diputuskan dalam pertemuan Pusat KUD se Jawa dan Bali pada tanggal 8 Nopember 1979 di Jakarta, dengan alasan utama pembentukannya adalah:
1.      Padahal, pupuk misalnya, adalah tulang punggung kegiatan Pusat KUD untuk meningkatkan pelayanan kepada KUD.
2.      Kewajiban Pusat KUD untuk membina KUD sesuai Undang-Undang nomor 12 tahun 1967 secara nasional memerlukan strategi yang terpadu dengan program pemerintah, yang betapapun pasti memerlukan forum antara kepentingan pemerintah dan gerakan secara nasional.
3.      Keterlibatan Pusat KUD dalam Pelita III yang harus makin meningkat dan mendesak.
BAB II
PEMBAHASAN
KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963, pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi. Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta, yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.
Pada tahun 1966-1967 dikembangan BUUD (Badan Usaha Unit Desa) sebagai tindak lanjut dari Koperta. BUUD merupakan penggabungan antara Koperasi Pertanian dan Koperasi Desa yang ada dalam satu unit desa, yang disebut wilayah agro-ekonomis dengan luas 600 sampai 1.000 hektar sawah.
Tugas utama BUUD adalah untuk membantu para petani produsen dalam mengatasi masalah proses produksi (termasuk kredit dan ketentuan bagi hasil), penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan pemasaran hasil produksi. Dalam rangka tugas inilah, BUUD melakukan pembelian gabah, menggiling dan menyetor beras ke Dolog, serta menjadi penyalur pupuk. Kemudian, konsep pengembangan koperasi di pedesaan ini disatukan menjadi BUUD/KUD.
Kemudian, lahirlah KUD yang secara bertahap menggantikan peran BUUD. Dalam tahun-tahun pertama perkembangan KUD sangatlah pesat. Kehadiran KUD juga tidak terlepas dari strategi pemerintah, khususnya dalam rangka pengadaan pangan. Sejak awal perkembangan KUD, pemerintah menetapkan strategi tiga tahap pembinaan KUD, yaitu: ofisialisasi (ketergantungan kepada pemerintah masih sangat besar), deofisialisasi/debirokratisasi (ketergantungan kepada pemerintah secara bertahap dikurangi), dan otonomi (kemandirian).
Sejalan dengan strategi pembinaan dan pengembangan KUD tersebut, di kalangan pengurus KUD timbul pikiran untuk untuk membentuk Pusat KUD (koperasi sekunder). Hal ini disebabkan karena pengalaman sebelumnya dalam mengembangkan KUD banyak persoalan yang dihadapi, seperti: bidang organisasi, usaha, maupun permodalan yang yang tidak mungkin dipecahkan oleh mereka secara sendiri-sendiri. Dengan latar belakang ini, beberapa pengurus KUD di beberapa daerah memprakarsai pembentukan Pusat KUD. Pusat KUD pertama yang dibentuk adalah Pusat KUD Metaram DI Yogyakarta (1973), kemudian diikuti Pusat KUD Jawa Barat (1974), Pusat KUD Sumatera Utara (1974), Pusat KUD Jawa Tengah (1974), Pusat KUD Lampung (1974), Pusat KUD Bengkulu (1975), Pusat KUD Kalimantan Selatan (1975), Pusat KUD Jawa Timur (1975) dan seterusnya.
Gagasan untuk membentuk Induk KUD secara resmi muncul untuk pertama kali pada forum Musyawarah Nasional Koperasi (Munaskop) ke X pada tanggal 7 sampai 8 Nopember 1977 di Jakarta. Dalam forum Munaskop tersebut, Soenarjo dari Pusat KUD Metaram DI Yogyakarta yang menjadi utusan DEKOPIN Wilayah DI Yogyakarta dan Elyas dari Pusat KUD Jawa Barat yang menjadi utusan DEKOPIN Wilayah Jawa Barat mengusulkan agar Munaskop dapat menetapkan rekomendasi mengenai pembentukan Induk KUD, mengingat hampir di semua propinsi sudah terbentuk Pusat KUD.
Kemudian, untuk mewujudkan gagasan pembentukan Induk KUD, dari tanggal 25 sampai 26 Mei 1979 dilaksanakan forum pertemuan antar Pusat KUD di Tretes, Jawa Timur, yang disebut “Pertemuan Tahunan Puskud se Indonesia I”. Pertemuan ini diprakarsai oleh Pengurus Pusat KUD Jawa Timur yang dihadiri utusan 8 Pusat KUD, yaitu: Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Utara. Kemudian, pertemuan tersebut lebih dimatangkan lagi dalam rapat yang dihadiri oleh Pusat KUD se Jawa dan Bali pada tanggal 8 Nopember 1979 di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963, pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi. Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta, yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.
REFERENSI


readmore »»  

Selasa, 15 Mei 2012

Pendapat Masalah Analisa Ekonomi, Ekspektasi Inflasi, Kesejahteraan Petani


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di sektor keuangan, ekspektasi inflasi adalah salah satu variabel krusial yang menentukan tingkat bunga dan imbal hasil. Jika seorang calon penabung menduga bahwa inflasi di masa depan akan tinggi, dia tentu akan mencari bunga deposito yang tinggi pula supaya investasinya secara riil masih membawa hasil. Di pasar surat utang, investor akan mengharapkan imbal hasil obligasi yang lebih tinggi jika ekspektasi inflasinya meningkat, dan kondisi ini akan menyebabkan harga obligasi turun. Di Indonesia, ekspektasi inflasi belakangan ini menjelma menjadi salah satu faktor yang menentukan arah dan stabilitas pasar keuangan. Pada awal 2011, muncul anggapan, terutama dari pihak asing, bahwa Bank Indonesia behind the curve atau terlambat menaikkan suku bunga dalam merespons penguatan tekanan inflasi. Kekhawatiran ini berujung pada penjualan aset portofolio asing selama Januari. Salah satu dampaknya, imbal hasil surat berharga negara naik dan ini dicermati sebagai salah satu indikasi peningkatan ekspektasi inflasi pelaku pasar. 
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana diketahui, harga eceran bahan bakar minyak bersubsidi di dalam negeri tidak jadi naik pada awal April ini. Pemerintah bersama parlemen telah menyetujui besaran baru Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012 dengan defisit Rp 190 triliun (2,23 persen) jika kelak harga BBM jadi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter.
Keputusan politik yang diambil pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM kelak jadi dinaikkan.
Telah banyak bukti teoretis dan empiris bahwa ekspektasi yang lebih tinggi akan memengaruhi tingkah laku ekonomi yang menimbulkan tambahan-tambahan biaya baru. Dengan perkiraan inflasi naik, yang juga berarti menurunnya daya beli, masyarakat cenderung menanamkan modal pada investasi jangka panjang, seperti tanah dan properti. Perkiraan inflasi ini pun akan memperumit pengendalian harga, terutama pangan pokok, karena psikologi pasar sudah telanjur memiliki gambaran tidak stabil atau negatif.
Pengalaman empiris pada 2011 juga menunjukkan bahwa harga pangan dan kebutuhan pokok lain melonjak tinggi pada Juni-Agustus, terutama karena ekspektasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. Sepanjang Juli 2011 itu, harga beras kualitas murah sampai sedang telah naik melampaui 10 persen karena ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap kenaikan harga yang akan terjadi. Pada 2012 ini, laju inflasi diperkirakan naik juga pada rentang musim kemarau tersebut karena panen padi telah selesai. Hanya sejumlah kecil petani yang mampu melakukan penyimpanan untuk keperluan pada musim paceklik.
Pada Senin ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65 persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober. Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton. Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tampak masih jauh dari kenyataan.
Dampak kesejahteraan petani
Kalangan awam pun paham bahwa ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Ukuran yang paling kasar seperti nilai tukar petani pun telah menunjukkan kecenderungan memburuknya kesejahteraan petani. Nilai tukar petani kumulatif pada Februari 2012 tercatat 105,1 (turun 0,60 persen) dengan gambaran tidak baik diderita petani padi (turun 1,02 persen), nelayan (turun 0,39 persen), dan petani hortikultura (turun 0,23 persen).
Persoalan klasik di lapangan belum dapat ditanggulangi, seperti kenaikan harga faktor produksi pertanian, yaitu pupuk, pestisida, upah buruh, sewa lahan, dan lain-lain, karena akses yang tidak terlalu baik. Apalagi, dengan drama wacana kenaikan harga BBM satu-dua bulan terakhir, petani dan nelayan semakin sulit memperoleh bahan bakar sekadar untuk menyambung hidup karena spekulasi dan penimbunan yang marak terjadi. Tidak terlalu aneh walaupun laju inflasi nasional pada Februari 2012 tercatat 0,05 persen, laju inflasi di daerah pedesaan justru menembus 0,46 persen karena semua indeks kelompok pengeluaran naik.
Tidak perlu disebut lagi bahwa penguasaan lahan petani Indonesia sangat tidak merata karena sebanyak 53 persen dari 17,8 juta rumah tangga petani padi-palawija hanya menguasai lahan 0,5 hektar atau kurang. Petani skala kecil ini benar-benar menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan pengeluaran, apalagi jika harus menanggung tambahan beban kenaikan harga BBM yang berwujud dari biaya transportasi, biaya produksi, sampai pada kebutuhan sehari-hari.
Demikian pula dari 30 juta (12,5 persen) masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 19 juta di antaranya adalah penduduk pedesaan. Lebih memiriskan lagi, lebih dari 76 persen dari kelompok miskin ini sangat rentan terhadap kenaikan harga pangan, terutama beras. Artinya, peluang terjadinya kemiskinan baru sangat besar apabila masyarakat kecil ini memiliki ekspektasi laju inflasi yang cukup besar, terutama dari sektor pangan. Pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005 yang melonjakkan angka kemiskinan baru sampai 3 juta orang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar mempersiapkan penanganan dampak yang demikian masif.
Rencana strategi kompensasi dengan bantuan langsung sementara masyarakat sebesar Rp 150.000 per bulan mungkin menjadi hiburan secara politik, tetapi sangat jauh untuk menanggulangi dampak kesejahteraan yang ditimbulkannya. Artinya, pemerintah masih memiliki waktu yang cukup untuk secara serius menyempurnakan skema perlindungan yang memadai bagi petani, nelayan, dan kelompok miskin lain.
Demikian pula Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah mungkin menjadi panduan secara administratif bagi Perum Bulog. Namun, tingkat kesejahteraan petani bukan persoalan administrasi belaka, melainkan persoalan hidup riil yang memerlukan langkah pemihakan dan perhatian yang memadai. Di sinilah sebenarnya harapan petani dan masyarakat banyak kepada penyelenggara negara di Indonesia.

BAB III
PENUTUP
Naiknya harga BBM akan berpengaruh kepada semua hal yang terjadi di Indonesia, apalagi kemiskinan bisa makin banyak kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Seperti pada tahun 2005 karena naiknya BBM tingkat kemiskinan pun makin meningkat. Jika pemerintah menaikkan harga BBM pemerintah harus bisa menangani semua masalah yang kemungkinan akan terjadi, dan sudah menyiapkan apa yang akan dilakukan agar rakyat Indonesia tidak semakin sengsara.
REFERENSI

readmore »»  

Sejarah Hukum di Indonesia


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban  dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial . Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual.
Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang baru mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Lain halnya dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam. Uraian lebih lanjut ada pada bagian Hukum Indonesia.
HUKUM PERDATA INDONESIA

Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.

Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.

Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945

Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.

Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.

3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS

B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.

4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963

Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :

1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu penghibahan dengan akta notaris.
4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang, yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana pertanggung-jawaban dimaksud.
7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak mengenai perjanjian perburuhan
BAB III
PENUTUP
Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban  dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial . Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual.

REFERENSI

readmore »»  

Pengakuan Hukum Untuk Hak Milik


BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hukum yang mengatur kekayaan intelektual biasanya bersifat teritorial; pendaftaran ataupun penegakan hak kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masing bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-beda tersebut semakin diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan tentang. Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), sementara perjanjian-perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada lebih dari satu yurisdiksi sekaligus.  Dimana prinsip-prinsip dasar WTO adalah : percaya bahwa keterbukaan, stabilitas dan sistem peraturan perdagangan multilateral sangat menguntungkan bagi kesejahteraan semua negara, khususnya bagi negara kecil dan berkembang. Dan memberikan perlakuan yang khusus bagi negara berkembang dalam mengembangkan kepentingannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual (HKI) untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
Berdasarkan sejarah perkembangan sistem perlindungan HKI di Indonesia bahwa:
  1. Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris Convention for the Protection of Industrial Property Stockholm Revision 1967) berdasarkan Keputusan Presiden No.24 thun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum pernah karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu pasal 1 s/d 12, dan pasal 28 ayat 1.
  2. Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIP's).
  3. Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No,.6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
  4. Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang HKI, yaitu UU no.30 tahun 2000 tentang Rahasian Dagang, UU no.31 tahun 2000 tentang Desain Industri, UU no. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata letak Sirkuit Terpadu.
Hukum yang mengatur kekayaan intelektual di Indonesia mencakup Hak cipta dan Hak Kekayaan Industri, yang terdiri atas Paten, Merek, Desain Industri,Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Rahasia Dagang dan Varietas Tanaman.
RUJUKAN DASAR HUKUM :
  1. Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
  2. Undang-Undang nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
  3. Undang-Undang nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
  4. Undang-Undang nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
  5. Undang-Undang nomor  30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
  6. Undang-Undang nomor  31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
  7. Undang-Undang nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
  8. Ratifikasi tentang Trade-Ralated Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)-WTO.
  9. Ratifikasi tentang Paris Convention: Protection of Industrial Property and Convention Establishing World Intellectual Property Organization (WIPO) (Keppres 15, 1997).
  10. Ratifikasi tentang Patent Cooperation Treaty (PCT) yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor 16 tahun 1997.
  11. Ratifikasi tentang Trademarks Law Treaty yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor 17 tahun 1997.
  12. Ratifikasi tentang Berne Convention: Protection of Literary & Artistic Work yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor 18 tahun 1997.
  13. Ratifikasi tentang WIPO Copyright Treaty yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor 19 tahun 1997.
  14. Ratifikasi tentang Convention on Biological Diversity (CBD) yang telah dituangkan ke dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1994.
  15. Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2002, Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pasal 13 ayat 3 Dalam meningkatkan Pengelolaan Kekayaan Intelektual/KI Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan Sentra HKI sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya).
  16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005, Tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
  17. Peraturan Menteri Perindustrian RI nomor 35/M-IND/PER/6/2006 tanggal 21 Juni 2006 tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual pada Departemen Perindustrian.

BAB III
PENUTUP
Kekayaan Intelektual adalah pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual (HKI) untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
REFERENSI

readmore »»  

Perusahaan yang Melanggar Aspek Hukum


BAB I
PENDAHULUAN
Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan.Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela
BAB II
PEMBAHASAN
Etika, pada dasarnya adalah suatu komitmen untuk melakukan apa yang benar dan menghindari apa yang tidak benar. Oleh karena itu, perilaku etika berperan melakukan ‘apa yang benar’ dan ‘baik’ untuk menentang apa yang ‘salah’ dan ‘buruk’. Etika bisnis sangat penting untuk mempertahankan loyalitas pemilik kepentingan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan perusahaan. Mengapa demikian? Karena semua keputusan perusahaan sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pemilik kepentingan. Pemilik kepentingan adalah semua individu atau kelompok yang berkepentingan dan berpengaruh terhadap keputusan perusahaan. Ada dua jenis pemilik kepentingan yang berpengaruh terhadap perusahaan, yaitu pemilik kepentingan internal dan eksternal. Investor, karyawan, manajemen, dan pimpinan perusahaan merupakan pemilik kepentingan internal, sedangkan pelanggan, asosiasi dagang, kreditor, pemasok, pemerintah, masyarakat umum, kelompok khusus yang berkepentingan terhadap perusahaan merupakan pemilik kepentingan eksternal. Pihak-pihak ini sangat menentukan keputusan dan keberhasilan perusahaan. Yang termasuk kelompok pemilik kepentingan yang memengaruhi keputusan bisnis adalah: (1) Para pengusaha/mitra usaha, (2) Petani dan pemasok bahan baku, (3) Organisasi pekerja, (4) Pemerintah, (5) Bank, (6) Investor, (7) Masyarakat umum, serta (8) Pelanggan dan konsumen.

Siapakah pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika dalam perusahaan? Pihak yang bertanggung jawab terhadap moral etika adalah manajer. Oleh karena itu, ada tiga tipe manajer dilihat dari sudut etikanya, yaitu:

1.      Manajemen Tidak bermoral. Manajemen tidak bermoral didorong oleh kepentingan dirinya sendiri, demi keuntungan sendiri atau perusahaan. Kekuatan yang menggerakkan manajemen immoral adalah kerakusan/ketamakan, yaitu berupa prestasi organisasi atau keberhasilan personal. Manajemen tidak bermoral merupakan kutub yang berlawanan dengan manajemen etika. Misalnya, pengusaha yang menggaji karyawannya dengan gaji di bawah upah minimum atau perusahaan yang meniru produk-produk perusahaan lain, atau perusahaan percetakan yang memperbanyak cetakannya melebihi kesepakatan dengan pemegang hak cipta, dan sebagainya (Thomas W. Zimmerer, Norman M. Scarborough, Entrepreneurship and The New Ventura Formation, 1996, hal. 21).
2.      Manajemen Amoral. Tujuan utama dari manajemen amoral adalah laba, akan tetapi tindakannya berbeda dengan manajemen immoral. Ada satu cara kunci yang membedakannya, yaitu mereka tidak dengan sengaja melanggar hukum atau norma etika. Yang terjadi pada manajemen amoral adalah bebas kendali dalam mengambil keputusan, artinya mereka tidak mempertimbangkan etika dalam mengambil keputusan. Salah satu conoth dari manajemen amoral adalah penggunaan uji kejujuran detektor bagi calon karyawan.
3.      Manajemen Bermoral. Manajemen bermoral juga bertujuan untuk meraih keberhasilan, tetapi dengan menggunakan aspek legal dan prinsip-prinsip etika. Filosofi manajer bermoral selalu melihat hukum sebagai standar minimum untuk beretika dalam perilaku.

Menurut pendapat Michael Josephson, ada 10 prinsip etika yang mengarahkan perilaku :

1.      Kejujuran, yaitu penuh kepercayaan, bersifat jujur, sungguh-sungguh, terus-terang, tidak curang, tidak mencuri, tidak menggelapkan, tidak berbohong.
2.      Integritas, yaitu memegang prinsip, melakukan kegiatan yang terhormat, tulus hati, berani dan penuh pendirian/keyakinan, tidak bermuka dua, tidak berbuat jahat, dan dapat dipercaya.
3.      Memeliharan janji, yaitu selalu menaati janji, patut dipercaya, penuh komitmen, patuh, tidak menginterpretasikan persetujuan dalam bentuk teknikal atau legalitas dengan dalih ketidakrelaan.
4.      Kesetiaan, yaitu hormat dan loyal kepada keluarga, teman, karyawan, dan negara, tidak menggunakan atau memperlihatkan informasi rahasia, begitu juga dalam suatu konteks profesional, menjaga/melindungi kemampuan untuk membuat keputusan profesional yang bebas dan teliti, dan menghindari hal yang tidak pantas serta konflik kepentingan.
5.      Kewajaran/keadilan, yaitu berlaku adil dan berbudi luhur, bersedia mengakui kesalahan, memperlihatkan komitmen keadilan, persamaan perlakuan individual dan toleran terhadap perbedaa, serta tidak bertindak melampaui batas atau mengambil keuntungan yang tidak pantas dari kesalahan atau kemalangan orang lain.
6.      Suka membantu orang lain, yaitu saling membantu, berbaik hati, belas kasihan, tolong menolong, kebersamaan, dan menghindari segala sesuatu yang membahayakan orang lain.
7.      Hormat kepada orang lain, yaitu menghormati martabat orang lain, kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri bagi semua orang, bersopan santun, tidak merendahkan dan mempermalukan martabat orang lain.
8.      Warga negara yang bertanggung jawab, yaitu selalu mentaati hukum/aturan, penuh kesadaran sosial, dan menghormati proses demokrasi dalam mengambil keputusan.
9.      Mengejar keunggulan, yaitu mengejar keunggulan dalam segala hal, baik dalam pertemuan pesonal maupun pertanggungjawaban profesional, tekun, dapat dipercaya/diandalkan, rajin penuh komitmen, melakukan semua tugas dengan kemampuan terbaik, dan mengembangkan serta mempertahankan tingkat kompetensi yang tinggi.
10.  Dapat dipertanggungjawabkan, yaitu memiliki dan menerima tanggung jawab atas keputusan dan konsekuensinya serta selalu memberi contoh.

BAB III
PENUTUP
Yang termasuk kelompok pemilik kepentingan yang memengaruhi keputusan bisnis adalah: (1) Para pengusaha/mitra usaha, (2) Petani dan pemasok bahan baku, (3) Organisasi pekerja, (4) Pemerintah, (5) Bank, (6) Investor, (7) Masyarakat umum, serta (8) Pelanggan dan konsumen.
REFERENSI
readmore »»