gunakan waktumu sebaik mungkin
Kamis, 07 Juni 2012
Rabu, 16 Mei 2012
Hak Konsumen Yang Dilanggar Pelaku Bisnis
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Banyak hak konsumen yang di langgar oleh
para pelaku bisnis. Sejak diundangkan,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 belum memberikan
perlindungan maksimal kepada konsumen. Keberadaan regulasi itu sering diabaikan
banyak pihak. Untuk itu, dengan HKN, diharapkan bahwa konsumen dapat
cerdas serta mengerti hak dan kewajibannya. Sikap itu akan membuat pelaku
meningkatkan kualitas produk bila tidak ingin ditinggalkan konsumen.
BAB
II
PEMBAHASAN
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang
diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh,
para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan
kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan
atau jasa;
hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila
barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
§ Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat
(1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
§ Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara
Republik Indonesia No. 3821
§ Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
§ Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif
Penyelesian Sengketa
§ Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan
Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
§ Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No.
235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada
Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
§ Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.
795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen
BAB
III
PENUTUP
Sebagai konsumen harus dilindungi agar
para konsumen merasa nyaman.dan hokum bagi yang melanggar peraturan tersebut.
REFERENSI
Cara Petani Berbisnis
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Mengenalkan bisnis untuk petani bukan
sekedar bagaimana menjual, karena mereka memang bukan pedagang. Juga bukan
sekedar keterampilan menanam saja, karena mereka bukan Cuma pekerja. Petani adalah
produsen pangan. Mereka adalah manajer lahan sawahnya. Oleh karena itu yang
diperlukan adalah ilmu pengetahuan tentang bagaimana melakukan observasi,
menganalisa, mengambil kesimpulan, mengambil keputusan dan bagaimana mengelola
terhadap hal-hal yang terkait dengan factor produksi, proses budidaya dan pasca
panennya. Petani yang menguasai ilmu pengetahuan akan cenderung lebih kreatif,
inovatif, dan mampu mengembangkan hasil temuannya daripada hanya sekedar
memiliki ketrampilan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Penerapan sistem pertanian terpadu (Sistandu) diyakini
efektif untuk mengubah nasib petani di pedesaan. Alasannya, produktivitas
pertanian, baik kuantitas mupun kualitas, dapat meningkat secara signifikan.
Sistandu atau integrated farming system (IFS) adalah
penyatuan beberapa sub-sektor pertanian kedalam satu program yang saling-mendukung,
misalnya peternakan, perikanan dan pertanian hortikultura.
Pakar Sistandu, H Elyas, yang menyaksikan perkembangan Sistandu berbasis peternakan di TobaPulp, mengatakan, tanah adalah modal utama petani menghasilkan produksi. Tanah mesti dibuat subur agar tanaman bisa tumbuh dengan baik supaya menghasilkan secara maksimal.
Tanah gersang tidak akan menghasilkan apa-apa. Cara paling tepat untuk menyuburkan tanah ialah memperkayanya dengan pupuk organik yang dibuat dari kotoran ternak ditambah beberapa kandungan lokal seperti jerami, dedak padi, rerumputan serta ditambah sedikit bahan-bahan kimia.
Untuk menghasilkan kotoran ternak itulah mutlak diperlukan pemeliharaan ternak semisal sapi, babi, atau kambing. Pupuk organik yang dihasilkannya akan mendatangkan manfaat bila digunakan untuk pertanian hortikultura, misalnya sayur-mayur, umbi-umbian, kacang-kacangan dan padi-padian. Kesuburan tanah, bagaimana pun jauh lebih baik dengan memanfaatkan pupuk organik (kompos) dibanding kimia yang harganya mahal. Pemakaian jenis dan dosis pupuk kimia yang tidak tepat justru merusak kesuburan tanah.
Selanjutnya sisa-sisa hasil pertanian hortikultura banyak pula yang cocok dijadikan pakan ternak dan juga ikan, terutama ikan kolam seperti mas, mujair, bawal, lele, dan patin.Di Riau, para peserta Sistandu sudah menghasilkan protein hewani, beragam hasil bumi, serta aneka jenis ikan dalam jumlah besar. Beberapa jenis hasil bumi salah satunya pisang bahkan sudah memasuki pasar ekspor (Singapura).
Bahkan lanjut dia, para peserta Sistandu melalui serikat menjadi pedagang besar bagi produk bersama sehingga dapat menentukan sendiri harga jual produknya. sungguh-sungguh, disiplin, tidak mengeluh, tidak mudah menyerah, tingkatkan terus ketrampilan (skill), cari terobosan, bersikap optimis, bersatu antarpeserta, dukungan bapak-angkat, serta mesti ada dukungan pemerintah setempat.
BAB
III
PENUTUP
Penerapan sistem pertanian terpadu (Sistandu) diyakini
efektif untuk mengubah nasib petani di pedesaan. Alasannya, produktivitas
pertanian, baik kuantitas mupun kualitas, dapat meningkat secara signifikan.
Sistandu atau integrated farming system (IFS) adalah
penyatuan beberapa sub-sektor pertanian kedalam satu program yang saling-mendukung,
misalnya peternakan, perikanan dan pertanian hortikultura.
REFERENSI
Keberadaan Koperasi dan KUD di Desa
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembentukan Induk KUD diputuskan dalam
pertemuan Pusat KUD se Jawa dan Bali pada tanggal 8 Nopember 1979 di Jakarta,
dengan alasan utama pembentukannya adalah:
1.
Padahal, pupuk
misalnya, adalah tulang punggung kegiatan Pusat KUD untuk meningkatkan
pelayanan kepada KUD.
2.
Kewajiban Pusat KUD
untuk membina KUD sesuai Undang-Undang nomor 12 tahun 1967 secara nasional
memerlukan strategi yang terpadu dengan program pemerintah, yang betapapun
pasti memerlukan forum antara kepentingan pemerintah dan gerakan secara
nasional.
3.
Keterlibatan Pusat
KUD dalam Pelita III yang harus makin meningkat dan mendesak.
BAB II
PEMBAHASAN
KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari
Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963,
pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk
utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi.
Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta,
yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta
di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.
Pada tahun 1966-1967 dikembangan
BUUD (Badan Usaha Unit Desa) sebagai tindak lanjut dari Koperta. BUUD merupakan
penggabungan antara Koperasi Pertanian dan Koperasi Desa yang ada dalam satu
unit desa, yang disebut wilayah agro-ekonomis dengan luas 600 sampai 1.000
hektar sawah.
Tugas utama BUUD adalah untuk membantu
para petani produsen dalam mengatasi masalah proses produksi (termasuk kredit
dan ketentuan bagi hasil), penyediaan sarana produksi, serta pengolahan dan
pemasaran hasil produksi. Dalam rangka tugas inilah, BUUD melakukan pembelian
gabah, menggiling dan menyetor beras ke Dolog, serta menjadi penyalur pupuk.
Kemudian, konsep pengembangan koperasi di pedesaan ini disatukan menjadi
BUUD/KUD.
Kemudian, lahirlah KUD yang
secara bertahap menggantikan peran BUUD. Dalam tahun-tahun pertama perkembangan
KUD sangatlah pesat. Kehadiran KUD juga tidak terlepas dari strategi
pemerintah, khususnya dalam rangka pengadaan pangan. Sejak awal perkembangan
KUD, pemerintah menetapkan strategi tiga tahap pembinaan KUD, yaitu:
ofisialisasi (ketergantungan kepada pemerintah masih sangat besar), deofisialisasi/debirokratisasi
(ketergantungan kepada pemerintah secara bertahap dikurangi), dan otonomi
(kemandirian).
Sejalan dengan strategi pembinaan
dan pengembangan KUD tersebut, di kalangan pengurus KUD timbul pikiran untuk
untuk membentuk Pusat KUD (koperasi sekunder). Hal ini disebabkan karena
pengalaman sebelumnya dalam mengembangkan KUD banyak persoalan yang dihadapi,
seperti: bidang organisasi, usaha, maupun permodalan yang yang tidak mungkin
dipecahkan oleh mereka secara sendiri-sendiri. Dengan latar belakang ini,
beberapa pengurus KUD di beberapa daerah memprakarsai pembentukan Pusat KUD.
Pusat KUD pertama yang dibentuk adalah Pusat KUD Metaram DI Yogyakarta (1973),
kemudian diikuti Pusat KUD Jawa Barat (1974), Pusat KUD Sumatera Utara (1974),
Pusat KUD Jawa Tengah (1974), Pusat KUD Lampung (1974), Pusat KUD Bengkulu
(1975), Pusat KUD Kalimantan Selatan (1975), Pusat KUD Jawa Timur (1975) dan
seterusnya.
Gagasan untuk membentuk Induk KUD
secara resmi muncul untuk pertama kali pada forum Musyawarah Nasional Koperasi
(Munaskop) ke X pada tanggal 7 sampai 8 Nopember 1977 di Jakarta. Dalam forum
Munaskop tersebut, Soenarjo dari Pusat KUD Metaram DI Yogyakarta yang menjadi
utusan DEKOPIN Wilayah DI Yogyakarta dan Elyas dari Pusat KUD Jawa Barat yang
menjadi utusan DEKOPIN Wilayah Jawa Barat mengusulkan agar Munaskop dapat
menetapkan rekomendasi mengenai pembentukan Induk KUD, mengingat hampir di
semua propinsi sudah terbentuk Pusat KUD.
Kemudian, untuk mewujudkan
gagasan pembentukan Induk KUD, dari tanggal 25 sampai 26 Mei 1979 dilaksanakan
forum pertemuan antar Pusat KUD di Tretes, Jawa Timur, yang disebut “Pertemuan
Tahunan Puskud se Indonesia I”. Pertemuan ini diprakarsai oleh Pengurus Pusat
KUD Jawa Timur yang dihadiri utusan 8 Pusat KUD, yaitu: Jawa Timur, Jawa Barat,
DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Utara.
Kemudian, pertemuan tersebut lebih dimatangkan lagi dalam rapat yang dihadiri
oleh Pusat KUD se Jawa dan Bali pada tanggal 8 Nopember 1979 di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
KUD (Koperasi Unit Desa) berawal dari
Koperta (Koperasi Pertanian) dan BUUD (Badan Usaha Unit Desa). Pada tahun 1963,
pemerintah memprakarsai pembentukan Koperta di kalangan petani, yang produk
utamanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan pokok, terutama padi.
Mengikuti Peraturan Pemerintah pada waktu itu, terdapat empat tingkat Koperta,
yaitu: Koperta di tingkat pedesaan, Puskoperta di tingkat kabupaten, Gakoperta
di tingkat provinsi, dan Inkoperta di tingkat nasional.
REFERENSI
Selasa, 15 Mei 2012
Pendapat Masalah Analisa Ekonomi, Ekspektasi Inflasi, Kesejahteraan Petani
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Di sektor keuangan, ekspektasi inflasi adalah salah satu
variabel krusial yang menentukan tingkat bunga dan imbal hasil. Jika seorang
calon penabung menduga bahwa inflasi di masa depan akan tinggi, dia tentu akan
mencari bunga deposito yang tinggi pula supaya investasinya secara riil masih
membawa hasil. Di pasar surat utang, investor akan mengharapkan imbal hasil
obligasi yang lebih tinggi jika ekspektasi inflasinya meningkat, dan kondisi
ini akan menyebabkan harga obligasi turun. Di Indonesia, ekspektasi inflasi
belakangan ini menjelma menjadi salah satu faktor yang menentukan arah dan
stabilitas pasar keuangan. Pada awal 2011, muncul anggapan, terutama dari pihak
asing, bahwa Bank Indonesia behind
the curve atau terlambat
menaikkan suku bunga dalam merespons penguatan tekanan inflasi. Kekhawatiran
ini berujung pada penjualan aset portofolio asing selama Januari. Salah satu
dampaknya, imbal hasil surat berharga negara naik dan ini dicermati sebagai
salah satu indikasi peningkatan ekspektasi inflasi pelaku pasar.
BAB II
PEMBAHASAN
Sebagaimana diketahui, harga eceran bahan bakar minyak
bersubsidi di dalam negeri tidak jadi naik pada awal April ini. Pemerintah
bersama parlemen telah menyetujui besaran baru Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Perubahan Tahun 2012 dengan defisit Rp 190 triliun (2,23 persen) jika
kelak harga BBM jadi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter.
Keputusan politik yang diambil
pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk
menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata
minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan
lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang
telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga
BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan
tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin
dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok
sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya
meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu
inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret
akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju
inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM
kelak jadi dinaikkan.
Telah banyak bukti teoretis dan
empiris bahwa ekspektasi yang lebih tinggi akan memengaruhi tingkah laku
ekonomi yang menimbulkan tambahan-tambahan biaya baru. Dengan perkiraan inflasi
naik, yang juga berarti menurunnya daya beli, masyarakat cenderung menanamkan
modal pada investasi jangka panjang, seperti tanah dan properti. Perkiraan
inflasi ini pun akan memperumit pengendalian harga, terutama pangan pokok,
karena psikologi pasar sudah telanjur memiliki gambaran tidak stabil atau
negatif.
Pengalaman empiris pada 2011 juga
menunjukkan bahwa harga pangan dan kebutuhan pokok lain melonjak tinggi pada
Juni-Agustus, terutama karena ekspektasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul
Fitri. Sepanjang Juli 2011 itu, harga beras kualitas murah sampai sedang telah
naik melampaui 10 persen karena ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap
kenaikan harga yang akan terjadi. Pada 2012 ini, laju inflasi diperkirakan naik
juga pada rentang musim kemarau tersebut karena panen padi telah selesai. Hanya
sejumlah kecil petani yang mampu melakukan penyimpanan untuk keperluan pada
musim paceklik.
Pada Senin ini, Badan Pusat
Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama
produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65
persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya
Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober.
Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan
tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton.
Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan
kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani
tampak masih jauh dari kenyataan.
Kalangan awam pun paham bahwa
ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan
menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Ukuran yang
paling kasar seperti nilai tukar petani pun telah menunjukkan kecenderungan
memburuknya kesejahteraan petani. Nilai tukar petani kumulatif pada Februari
2012 tercatat 105,1 (turun 0,60 persen) dengan gambaran tidak baik diderita
petani padi (turun 1,02 persen), nelayan (turun 0,39 persen), dan petani
hortikultura (turun 0,23 persen).
Persoalan klasik di lapangan
belum dapat ditanggulangi, seperti kenaikan harga faktor produksi pertanian,
yaitu pupuk, pestisida, upah buruh, sewa lahan, dan lain-lain, karena akses
yang tidak terlalu baik. Apalagi, dengan drama wacana kenaikan harga BBM
satu-dua bulan terakhir, petani dan nelayan semakin sulit memperoleh bahan
bakar sekadar untuk menyambung hidup karena spekulasi dan penimbunan yang marak
terjadi. Tidak terlalu aneh walaupun laju inflasi nasional pada Februari 2012
tercatat 0,05 persen, laju inflasi di daerah pedesaan justru menembus 0,46
persen karena semua indeks kelompok pengeluaran naik.
Tidak perlu disebut lagi bahwa
penguasaan lahan petani Indonesia sangat tidak merata karena sebanyak 53 persen
dari 17,8 juta rumah tangga petani padi-palawija hanya menguasai lahan 0,5
hektar atau kurang. Petani skala kecil ini benar-benar menjadi salah satu
kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan pengeluaran, apalagi jika harus
menanggung tambahan beban kenaikan harga BBM yang berwujud dari biaya
transportasi, biaya produksi, sampai pada kebutuhan sehari-hari.
Demikian pula dari 30 juta (12,5
persen) masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 19 juta di
antaranya adalah penduduk pedesaan. Lebih memiriskan lagi, lebih dari 76 persen
dari kelompok miskin ini sangat rentan terhadap kenaikan harga pangan, terutama
beras. Artinya, peluang terjadinya kemiskinan baru sangat besar apabila
masyarakat kecil ini memiliki ekspektasi laju inflasi yang cukup besar,
terutama dari sektor pangan. Pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005 yang
melonjakkan angka kemiskinan baru sampai 3 juta orang seharusnya menjadi
pelajaran berharga bagi pemerintah agar mempersiapkan penanganan dampak yang
demikian masif.
Rencana strategi kompensasi
dengan bantuan langsung sementara masyarakat sebesar Rp 150.000 per bulan
mungkin menjadi hiburan secara politik, tetapi sangat jauh untuk menanggulangi
dampak kesejahteraan yang ditimbulkannya. Artinya, pemerintah masih memiliki
waktu yang cukup untuk secara serius menyempurnakan skema perlindungan yang
memadai bagi petani, nelayan, dan kelompok miskin lain.
Demikian pula Instruksi Presiden
Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras
oleh Pemerintah mungkin menjadi panduan secara administratif bagi Perum Bulog.
Namun, tingkat kesejahteraan petani bukan persoalan administrasi belaka,
melainkan persoalan hidup riil yang memerlukan langkah pemihakan dan perhatian
yang memadai. Di sinilah sebenarnya harapan petani dan masyarakat banyak kepada
penyelenggara negara di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
Naiknya harga
BBM akan berpengaruh kepada semua hal yang terjadi di Indonesia, apalagi
kemiskinan bisa makin banyak kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Seperti pada
tahun 2005 karena naiknya BBM tingkat kemiskinan pun makin meningkat. Jika pemerintah
menaikkan harga BBM pemerintah harus bisa menangani semua masalah yang
kemungkinan akan terjadi, dan sudah menyiapkan apa yang akan dilakukan agar
rakyat Indonesia tidak semakin sengsara.
REFERENSI
Sejarah Hukum di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum
berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait
dengan perkembangan peradaban dan
ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial . Di antara sejumlah ahli hukum
dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan
mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini
berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai
asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai
bagian dari sejarah intelektual.
Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam
ilmu hukum yang baru mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu
sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat
mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem
perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara
normatif. Lain halnya dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum
adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan
kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan
menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan
hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan
hukum,dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.
BAB II
PEMBAHASAN
Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran
dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Selain sistem
hukum Eropa Kontinental, di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem
hukum agama, khususnya hukum (syariah) Islam. Uraian lebih lanjut ada pada
bagian Hukum Indonesia.
HUKUM PERDATA INDONESIA
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka KUHPdt.-Belanda ini diusahakan supaya dapat berlaku pula di wilayah Hindia Belanda. Caranya ialah dibentuk B.W. Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan BW Belanda. Untuk kodifikasi KUHPdt. di Indonesia dibentuk sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. C.J. Scholten van Oud Haarlem. Kodifikasi yang dihasilkan diharapkan memiliki kesesuaian antara hukum dan keadaan di Indonesia dengan hukum dan keadaan di negeri Belanda. Disamping telah membentuk panitia, pemerintah Belanda mengangkat pula Mr. C.C. Hagemann sebagai ketua Mahkamah Agung di Hindia Belanda (Hooggerechtshof) yang diberi tugas istimewa untuk turut mempersiapkan kodifikasi di Indonesia. Mr. C.C. Hagemann dalam hal tidak berhasil, sehingga tahun 1836 ditarik kembali ke negeri Belanda. Kedudukannya sebagai ketua Mahkamah Agung di Indonesia diganti oleh Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem.
Pada 31 Oktober 1837, Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem di angkat menjadi keua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil.Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr.C.J. Scholten van Oud Haarlem lagi,tetapi anggotanya diganti yaitu Mr. J.Schneither dan Mr. A.J. van Nes. Pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUHPdt Indonesia maka KUHPdt. Belanda banyak menjiwai KUHPdt. Indonesia karena KUHPdt. Belanda dicontoh untuk kodifikasi KUHPdt. Indonesia. Kodifikasi KUHPdt. Indonesia diumumkan pada tanggal 30 April 1847 melalui Staatsblad No. 23 dan berlaku Januari 1948.
Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPdt. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru berdasarkan Undang – Undang Dasar ini. BW Hindia Belanda disebut juga Kitab Undang – Undang Hukun Perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.
Pasal 2 ATURAN PERALIHAN UUD 1945
Segala Badan Negara dan Peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini.
Yang dimaksud dengan Hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat [Belanda] yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
3. B.W./KUHPdt SEBAGAI HIMPUNAN TAK TERTULIS
B.W. di Hindia Belanda sebenarnya diperuntukkan bagi penduduk golongan Eropa & yang dipersamakan berdasarkan pasal 131 I.S jo 163 I.S. Setelah Indonesia merdeka, keberlakuan bagi WNI keturunan Eropa & yang dipersamakan ini terus berlangsung. Keberlakuan demikian adalah formal berdasakan aturan peralihan UUD 1945. Bagi Negara Indonesia, berlakunya hukum perdata semacam ini jelas berbau kolonial yang membedakan WNI berdasarkan keturunannya [diskriminasi]. Disamping itu materi yang diatur dalam B.W. sebagian ada yang tidak sesuai lagi dengan Pancasila dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia serta tidak sesuai dengan aspirasi negara dan bangsa merdeka. Berdasarkan pertimbangan situasi, kondisi sebagai negara dan bangsa yang merdeka, maka dalam rangka penyesuaian hukum kolonial menuju hukum Indonesia merdeka, pada tahun 1962 [Dr. Sahardjo, SH.-Menteri Kehakiman RI pada saat itu] mengeluarkan gagasan yang menganggap B.W ( KUHPdt ) Indonesia sebagai himpunan hukum tak tertulis. Maka B.W. selanjutnya dipedomani oleh semua Warga Negara Indonesia. Ketentuanyg sesuai boleh diikuti dan yang tidak sesuai dapat ditinggalkan.
4. SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG RI NO. 3 TAHUN 1963
Berdasarkan gagasan Menteri Kehakiman Dr. Sahardjo, S.H. ini MA-RI tahun 1963 mengeluarkan Surat Edaran No. 3 tahun 1963 yang ditujukan kepada semua Ketua Pengadilan Negeri di seluruh Indonesia. Isi Surat Edaran tersebut, yaitu MA-RI menganggap tidak berlaku lagi ketentuan di dalam KUHPdt. antara lain pasal berikut :
1. Pasal 108 & 110 BW tetang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum & untuk menghadap dimuka pengadilan tanpa izin atau bantuan suaminya. Dengan demikian tentang hal ini tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
2. Pasal 284 [3] KUHPdt. mengenai pengakuan anak yang lahir
diluar perkawinan oleh perempuan Indonesia asli. Dengan demikian pengakuan anak
tidak lagi berakibat terputusnya hubungan hukum antara ibu dan anak, sehingga
tentang hal ini juga tidak ada lagi perbedaan antara semua WNI.
3. Pasal 1682 KUHPdt. yang mengharuskan dilakukannya suatu
penghibahan dengan akta notaris.
4. Pasal 1579 KUHPdt. yang menentukan bahwa dalam hal sewa
menyewa barang, pemilik barang tidak dapat menghentikan penyewaan dengan mengatakan
bahwa ia akan memakai sendiri barangnya, kecuali apabila pada watu membentuk
persetujuan sewa menyewa ini dijanjikan diperbolehkan
5. Pasal 1238 KUHPdt. yang menimyimpulkan bahwa pelaksanaan
suatu perjanjian hanya dapat diminta dimuka Hakim, apabila gugatan ini
didahului oleh suatu penagihan tertulis. Mahkamah Agung pernah memutuskan
antara dua orang Tionghoa, bahwa pengiriman turunan surat gugat kepada tergugat
dapat dianggap sebagai penagihan oleh karena tergugat masih dapat menghindarkan
terkabulannya gugatan dengan membayar hutangnya sebelum hari sidang pengadilan.
6. Pasal 1460 KUHPdt. tetang resiko seorang pembeli barang,
yang menentukan bahwa suatu barang tertentu yang sudah dijanjikan dijual. Sejak
saat itu adalah atas tanggungan pembeli, meskipun penyerahan barang itu belum
dilakukan . Dengan tidak lagi berlakunya pasal ini, maka harus ditinjau dari
setiap keadaan, apakah tidak sepantasnya pertangungjawaban atau resiko atas
musnahnya barang yang sudah dijanjikan dijual tetapi belum diserahkan harus
dibagi antara kedua belah pihak ; dan kalau YA sampai dimana
pertanggung-jawaban dimaksud.
7. Pasal 1603 x ayat 1 dan 2 KUHPdt. yang mengadakan
diskriminasi antara orang Eropa disatu pihak dan orang bukan Eropa dilain pihak
mengenai perjanjian perburuhan
BAB III
PENUTUP
Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum
berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait
dengan perkembangan peradaban dan
ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial . Di antara sejumlah ahli hukum
dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan
mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini
berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai
asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai
bagian dari sejarah intelektual.
REFERENSI
Pengakuan Hukum Untuk Hak Milik
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hukum yang mengatur kekayaan
intelektual biasanya bersifat teritorial; pendaftaran ataupun penegakan hak
kekayaan intelektual harus dilakukan secara terpisah di masing-masing bersangkutan. Namun, hukum yang berbeda-beda tersebut semakin
diselaraskan dengan diberlakukannya perjanjian-perjanjian internasional seperti Persetujuan
tentang. Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual. Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), sementara
perjanjian-perjanjian lain memungkinkan pendaftaran kekayaan intelektual pada
lebih dari satu yurisdiksi sekaligus. Dimana prinsip-prinsip dasar WTO
adalah : percaya bahwa keterbukaan, stabilitas dan sistem peraturan perdagangan
multilateral sangat menguntungkan bagi kesejahteraan semua negara, khususnya
bagi negara kecil dan berkembang. Dan memberikan perlakuan yang khusus bagi
negara berkembang dalam mengembangkan kepentingannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Kekayaan Intelektual adalah
pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak
(atas) kekayaan intelektual (HKI)
untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang diciptakannya untuk
jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual' mencerminkan bahwa hal
tersebut merupakan hasil pikiran atau
intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan intelektual dapat dilindungi oleh hukum
sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
Berdasarkan sejarah perkembangan sistem perlindungan HKI di
Indonesia bahwa:
- Pada
tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris (Paris
Convention for the Protection of Industrial Property Stockholm
Revision 1967) berdasarkan Keputusan Presiden No.24 thun 1979.
Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum pernah karena
Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan,
yaitu pasal 1 s/d 12, dan pasal 28 ayat 1.
- Pada
tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act
Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade
Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related
Aspect of Intellectual Property Rights(Persetujuan TRIP's).
- Tiga
tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan
perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU
No,.6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.
- Di
penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang HKI, yaitu UU no.30
tahun 2000 tentang Rahasian Dagang, UU no.31 tahun 2000 tentang
Desain Industri, UU no. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata letak Sirkuit
Terpadu.
Hukum yang mengatur kekayaan intelektual di Indonesia mencakup
Hak cipta dan Hak Kekayaan Industri, yang terdiri atas Paten, Merek,
Desain Industri,Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Rahasia Dagang dan
Varietas Tanaman.
RUJUKAN DASAR HUKUM :
- Undang-Undang
nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.
- Undang-Undang
nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
- Undang-Undang
nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.
- Undang-Undang
nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
- Undang-Undang
nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang.
- Undang-Undang
nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri.
- Undang-Undang
nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
- Ratifikasi
tentang Trade-Ralated Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)-WTO.
- Ratifikasi
tentang Paris Convention: Protection of Industrial Property and Convention
Establishing World Intellectual Property Organization (WIPO) (Keppres 15,
1997).
- Ratifikasi
tentang Patent Cooperation Treaty (PCT) yang telah dituangkan ke dalam
Keppres nomor 16 tahun 1997.
- Ratifikasi
tentang Trademarks Law Treaty yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor
17 tahun 1997.
- Ratifikasi
tentang Berne Convention: Protection of Literary & Artistic Work yang
telah dituangkan ke dalam Keppres nomor 18 tahun 1997.
- Ratifikasi
tentang WIPO Copyright Treaty yang telah dituangkan ke dalam Keppres nomor
19 tahun 1997.
- Ratifikasi
tentang Convention on Biological Diversity (CBD) yang telah dituangkan ke
dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1994.
- Undang-Undang
RI Nomor 18 Tahun 2002, Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan
dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pasal 13 ayat 3 Dalam
meningkatkan Pengelolaan Kekayaan Intelektual/KI Perguruan Tinggi dan
Lembaga Litbang wajib mengusahakan pembentukan Sentra HKI sesuai dengan
kapasitas dan kemampuannya).
- Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2005, Tentang Alih Teknologi Kekayaan
Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi
dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan.
- Peraturan
Menteri Perindustrian RI nomor 35/M-IND/PER/6/2006 tanggal 21 Juni 2006
tentang Pembentukan Tim Penanggulangan Pelanggaran Hak Kekayaan
Intelektual pada Departemen Perindustrian.
BAB III
PENUTUP
Kekayaan Intelektual adalah
pengakuan hukum yang memberikan pemegang hak (atas) kekayaan intelektual (HKI) untuk mengatur penggunaan gagasan-gagasan dan ekspresi yang
diciptakannya untuk jangka waktu tertentu. Istilah 'kekayaan intelektual'
mencerminkan bahwa hal tersebut merupakan hasil pikiran atau intelektualitas, dan bahwa hak kekayaan
intelektual dapat dilindungi oleh hukum sebagaimana bentuk hak milik lainnya.
REFERENSI
http://id.wikipedia.org/wiki/HKI; Buku
panduan HKI
Langganan:
Postingan (Atom)